Pernahkah kamu merasa ingin mengunyah camilan manis atau makanan berminyak saat sedang dilanda tekanan atau emosi negatif? Inilah yang disebut stress eating atau makan emosional.
Fenomena ini bukan hanya tentang rasa lapar fisik, melainkan respons terhadap stres yang bisa berdampak pada kesehatan dan berat badan, termasuk memicu perut buncit. Lantas mengapa kita bisa jadi stress eating padahal hanya makan?
- Respon Biologis
Saat stres, tubuh melepaskan hormon kortisol. Kortisol dapat meningkatkan nafsumakan, terutama untuk makanan tinggi gula dan lemak, karena tubuh mencari energi cepat untuk menghadapi “ancaman”.
- Mekanisme Koping
Makanan dapat memberikan perasaan nyaman dan menyenangkan yang bersifat sementara. Otak mengasosiasikan makanan tertentu sebagai hadiah, sehingga kita mencarinya saat butuh hiburan.
- Pengalihan Emosi
Makan bisa menjadi cara untuk mengalihkan perhatian dari masalah atau emosi yang tidak ingin dihadapi.
Ketiga faktor tersebut seringkali menjadi penyebab orang-orang kurang bisa mengendalikan kebiasaan makannya, sehingga bila tidak terkontrol dengan baik akan berujung pada stress eating.
Menurut salah satu psikolog LIGHThouse, Tara de Thouars dalam salah satu wawancara mengatakan, “Sebetulnya salah satu obatnya stress itu bukan makanan. Makanan itu biasanya hanya kita gunakan supaya melarikan emosi-emosi negatif yang kita rasakan, tetapi sebetulnya tidak pernah menyelesaikan masalahnya.”
Jadi LIGHTbuddy apakah sudah merasakan tanda-tanda ini? Mungkin inilah waktu yang tepat untuk mendapatkan bantuan dari psikolog Klinik LIGHThouse agar stress eating LIGHTbuddy bisa terkelola dengan baik. Yuk appointment di Klinik LIGHThouse Kebayoran untuk konsultasi psikolog ya!